Khutbah Jumat : Mengenal Sifat-sifat Wali Allah SWT

Iklan Semua Halaman

Khutbah Jumat : Mengenal Sifat-sifat Wali Allah SWT

29/03/2022


 

Naskah khutbah Jumat berikut ini memberi panduan kepada siapa saja tentang siapa dan bagaimana sifat para wali Allah (kekasih Allah). Bukan saja agar kita dapat mengenali dan meneladani mereka, tetapi juga supaya kita tidak terkecoh oleh asal klaim kewalian sebagian orang.

Khutbah I  


 الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ  أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِيْ كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ (فصلت: ٣٠)   


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, 

Takwa adalah sebaik-baik bekal untuk meraih kebahagiaan abadi di akhirat. Oleh karena itu, khatib mengawali khutbah yang singkat ini dengan wasiat takwa. Marilah kita semua selalu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan segenap larangan.   


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, 

Kita barangkali sering mendengar klaim kewalian. Beberapa orang mengeklaim atau diklaim oleh para pengikutnya telah wushul kepada Allah dan mencapai maqam tertentu dalam tasawuf dan kewalian. Sebagian orang awam dibuat bingung dan bertanya-tanya, apakah orang-orang itu benar-benar wali?   Untuk menjawab pertanyaan itu, khutbah dengan tema “Mengenal Sifat Wali Allah” pada siang hari yang penuh keberkahan ini akan mengulas secara singkat tentang pengertian wali, syarat menjadi wali, dan ciri serta sifat wali.   


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, 

Ayat yang kami baca di mukadimah khutbah tadi bermakna:   “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka istiqamah dalam ketaatan, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu” (QS Fushshilat: 30).   

Dalam ayat tersebut, Allah menyifati para wali kekasih Allah sebagai orang-orang yang berkata dan meyakini: “Tuhan kami adalah Allah”. Artinya syarat pertama menjadi wali adalah beriman kepada Allah dan mengenal-Nya dengan benar sebagaimana mestinya. Para wali pasti meyakini bahwa Allah benar-benar ada tapi tidak seperti segala yang ada. Mereka meyakini bahwa Allah berbeda dari segala sesuatu, Pencipta segala sesuatu dan tidak membutuhkan kepada segala sesuatu.  

Dalam ayat Surat Fushshilat ayat 30 tersebut, Allah juga menyifati para wali sebagai orang-orang yang istiqamah dalam ketaatan. Artinya, mereka senantiasa melakukan kewajiban dan meninggalkan perkara yang diharamkan. Tanpa aqidah yang lurus dan tanpa istiqamah dalam ketaatan, seseorang tidak akan mencapai derajat kewalian. Atau dengan kata lain, tanpa iman dan takwa, seseorang tidak akan mungkin menjadi wali.   

Hadirin rahimakumullah, 

Jalan pertama menuju takwa adalah mempelajari ilmu agama yang fardhu ‘ain lalu mengamalkannya. Orang yang belum mempelajari ilmu agama yang fardhu ‘ain dan mengamalkannya tidak akan pernah mencapai derajat takwa, apalagi menjadi seorang sufi atau wali. Meskipun keturunan seorang wali, memperbanyak ibadah, dzikir dan khidmah kepada para wali, tanpa mengaji ilmu agama yang fardhu ‘ain dan mengamalkannya, seseorang tidak akan menjadi wali. Dengan ilmu agama yang fardhu ‘ain, seseorang dapat membedakan antara yang halal dan haram dan mengetahui apa yang Allah wajibkan kepadanya dan apa yang Allah haramkan baginya. Syekh Abdul Qadir al-Jailani sebelum fokus dan berkonsentrasi penuh melakukan ibadah, beliau terlebih dahulu menuntut ilmu yang fardhu ‘ain kepada guru-gurunya. Begitu juga seluruh wali yang lain.   

Imam al-Junaid al-Baghdadi, penghulu para sufi rahimahullah mengatakan:   

طَرِيْقُنَا هذَا مَضْبُوطٌ بِالكِتَابِ وَالسُّنَّةِ إذِ الطَّرِيْقُ إلَى اللهِ مَسْدُوْدَةٌ إلاّ عَلَى الْمُقْتَفِيْنَ آثَارَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم   

“Jalan kami ini (tasawuf dan kewalian) diikat Al-Qur’an dan Sunnah, karena sesungguhnya setiap jalan menuju Allah itu tertutup kecuali bagi mereka yang berpegang teguh dengan apa yang digariskan Rasulullah” (Badruddin az-Zarkasyi, Tasynif al-Masami’ bi Syarh Jam’ al-Jawami’, 2: 358).   


Imam Syafi’i menegaskan:   

مَا اتَّخَذَ اللهُ وَلِيًّا جَاهِلًا وَلَوِ اتَّخَذَهُ لَعَلَّمَهُ   

“Allah tidak mengangkat seorang wali yang bodoh. Seandainya Allah mengangkatnya menjadi wali, niscaya Allah pasti memudahkan jalan baginya untuk memahami ilmu agama” (Al-Mulla ‘Ali al-Qari, Mukadimah Mirqat al-Mashabih)   

Imam Ahmad ar-Rifa’i, pendiri tarekat Rifa’iyyah berkata:   

مَا اتَّخَذَ اللهُ وَلِيًّا جَاهِلًا، الوَلِيُّ لاَ يَكُوْنُ جَاهِلًا فِي فِقْهِ دِيْنِهِ   

“Allah tidak mengangkat seorang wali yang bodoh. Seorang wali tidak akan bodoh tentang ajaran agamanya” (Al-Imam Ahmad ar-Rifa’i, Maqalat min al-Burhan al-Muayyad, hal. 52)  


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, 

Oleh karena itulah, seorang wali selalu berpegang teguh dengan syariat sepanjang hayat. Imam Ibnu ‘Arabi, seorang wali yang sangat masyhur mengatakan:   

مَنْ أَرَادَ أَنْ لاَ يَضِلَّ فَلاَ يَرْمِ مِيْزَانَ الشَّرِيْعَةِ مِنْ يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ بَلْ يَسْتَصْحِبُهَا لَيْلَ نَهَارَ عِنْدَ كُلِّ قَوْلٍ وَفِعْلٍ وَاعْتِقَادٍ  

“Barang siapa yang tidak ingin tersesat maka janganlah ia membuang timbangan syari’at dari tangannya sekejap mata pun, hendaklah ia selalu membawanya siang malam di setiap perkataan, perbuatan, dan keyakinan” (Abdul Wahhab asy-Sya’rani, Latha-if al-Minan Wa al-Akhlaq, hal. 390-391).   


Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah, 

Selain melakukan semua kewajiban dan menjauhi semua yang diharamkan, ciri seorang wali juga adalah istiqamah melakukan perkara sunnah walaupun hanya satu jenis kesunnahan. Jadi kewalian adalah derajat di atas ketakwaan. Jika takwa adalah melakukan semua kewajiban dan menjauhi semua yang diharamkan, maka wali lebih dari itu. Ia juga secara istiqamah melakukan perkara sunnah.   

Di antara ciri wali adalah meninggalkan sebagian perkara yang mubah karena khawatir terjatuh ke dalam perkara yang haram. Bermewah-mewahan dengan menggunakan harta yang halal adalah perkara yang mubah. Tapi kenapa para wali tidak ada yang melakukannya? Karena mereka tahu, hal itu lama kelamaan akan menjerumuskan kepada perkara yang haram. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:   

لَا يَبْلُغُ الْعَبْدُ أَنْ يَكُوْنَ مِنَ الْـمُـتَّقِيْنَ حَتَّى يَدَعَ مَا لَا بَأْسَ بِهِ حَذَرًا مِمَّا بِهِ بَأْسٌ (رواه الترمذي والحاكم وابن ماجه)   

Maknanya: “Tidaklah seorang hamba mencapai derajat takwa sehingga ia tinggalkan sebagian yang mubah karena khawatir terjatuh kedalam perkara yang haram” (HR at Tirmidzi, al-Hakim dan Ibnu Majah).   


Hadirin, 

Para wali dianugerahi oleh Allah subhanahu wata’ala berbagai karamah. Akan tetapi mereka menyembunyikannya dan tidak menampakkannya kecuali dalam keadaan darurat atau karena ada hikmah syar’iyyah. Mereka menyembunyikan karamah sebagaimana seorang perempuan menyembunyikan haidnya.   

Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:  

 أَحَبُّ الْعِبَادِ إِلَى اللهِ تعالى الأَتْقِيَاءُ الأَخْفِيَاءُ الَّذِيْنَ إِذَا غَابُوْا لَمْ يُفْتَقَدُوْا وَإِذَا شَهِدُوْا لَمْ يُعْرَفُوْا أَولئِكَ هُمْ أَئِمَّةُ الْهُدَى وَمَصَابِيْحُ الْعِلْمِ

 (رواه الطبراني)   

Maknanya: “(Di antara) hamba-hamba yang paling dicintai Allah adalah orang-orang bertakwa yang tidak diketahui (derajat kewaliannya), apabila mereka hilang tidak dicari, dan jika mereka hadir tidak dikenal, mereka sejatinya adalah para pembawa petunjuk dan lentera-lentera ilmu” (HR ath Thabarani).


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, 

Ringkasnya, wali Allah adalah orang yang berakidah lurus, yaitu aqidah Ahlussunnah wal Jamaah, bertakwa, berilmu dan beramal, istiqamah dalam ketaatan, rendah hati, bersih hatinya dari penyakit-penyakit hati, hatinya tidak bertaut dengan dunia, selalu memikirkan akhirat, menjadikan dunia hanya sebagai sarana meraih kebahagiaan akhirat, berakhlak dengan akhlak Rasulullah, beradab dengan adabnya serta meneladani Rasulullah dalam setiap tindakan, ucapan, dan keyakinan.   


Hadirin yang dirahmati Allah, 

Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.   

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.   


Khutbah II  


 اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ  عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.  

Ustadz Nur Rohmad, Anggota Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Aswaja NU Center PCNU Kab. Mojokerto dan Dosen STAI Al-Azhar, Gresik.

(sumber : nu.or.id/hans)