Jember (jurnalbesuki.com) - Persoalan Sound Horeg yang akhir-akhir ini menjadi pro kontra terutama setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengeluarkan Fatwa Haram terus mengemuka dan menjadi perdebatan. Sebagian warga ada yang sepakat dengan fatwa tersebut tetapi sebagian lainnya berpendapat berlawanan.
Dikabupaten Jember, Sound Horeg juga menjadi bahasan yang sedang hangat diperbincangkan masyarakat. Sama dengan dinamika masyarakat dibelahan kabupaten lain, pro kontra juga terjadi.
Moch. Cholily yang merupakan Ketua Komisi Hukum dan Hak Azazi Manusia pada Lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jember menyatakan bahwa sesunguhnya mayoritas masyarakat Jember tidak suka dan terganggu oleh keberadaan sound horeg. Tetapi mereka hanya diam karena takut untuk menunjukan sikap.
Ungkapan itu disampaikan Moch Cholily ketika mengikuti Rapat Dengan Pendapat (RDP) dengan komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jember, Senin (21/07/2025).
Menurut Cholily, MUI Jember sudah membentuk tim khusus yang disebar di 15 Kecamatan. Tim ini ditugaskan untuk mewawancarai masyarakat bawah di kecamatan-kecamatan dimaksud. Hasilnya menunjukkan bahwa 90 persen masyarakat yang menjadi responden mengaku mendapatkan kerugian akibat sound horeg. Tetapi mereka lebih memilih tidak bersikap atau diam saja karena takut.
“Jangan dikira yang menolak dan yang tidak setuju itu lahir dari golongan minoritas. Justru banyak sekali golongan dan masyarakat awam yang kami suarakan. Banyak sekali yang tidak setuju dengan itu, terutama lansia, ibu hamil, anak-anak, dan orang tua dari anak-anak yang merasa sound horeg ini tidak ramah bagi mereka,” kata Cholily.
Cholily meminta DPRD Jember tidak terkecoh dengan klaim pemilik sound horeg yang menyatakan bahwa masyarakat baik-baik saja seakan-akan mendapat dukungan luas dari masyarakat.
“Apa yang disampaikan oleh pemilik sound itu tidak sama dengan realitas di lapangan yang sebetulnya. Banyak masyarakat yang lebih banyak tidak setuju dengan kegiatan ini,” katanya.
Menurut hasil penelitian MUI Jember, kegiatan sound horeg bersama bukan hanya sehari dua hari, tapi bisa tiga malam. “Konsekuensinya orang yang berada di area atau radius terdekat tidak bisa menolak terhadap kegiatan itu. Kalau seandainya menolak, maka ada intimidasi,” kata Cholily.
Namun berdasarkan penelitian MUI Jember, warga yang tidak setuju takut diintimidasi. “Beberapa kali pemilik sound horeg melakukan konser bersama dan itu melampaui batas waktu yang semestinya,” kata Cholily.(bj/hans)