"Usulan mantan komisioner KPU Situbondo, yang dimuat disejumlah media itu merupakan usulan yang tidak mendidik. Bahkan, kami menilai merupakan usulan yang gegabah dan tidak proporsional,"ujar Dini Noor Aini, Selasa
Menurut dia, jika KPU Situbondo memutuskan tidak menggelar debat publi ketiga, urusannya akan panjang, karena sebagai penyelenggara wajib menggelar debat publik sebanyak 3 kali.
"Salah satunya terkait dengan aturan dalam SK KPU Nomor 927 yang sudah jelas disebut bahwa debat dilakukan sebanyak
tiga kali,"beber Dini.
Urgensi agenda debat ketiga, lanjut Dini, sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui kemampuan masing-masing pasangan calon (paslon) kepala daerah dalam menjelaskan visi-misi dan programnya.
"Pemilih akan melihat debat terbuka sebagai preferensi untuk menentukan siapa yang terbaik. Tapi jika yang dipersoalkan terkait ricuhnya debat kedua, maka ini menjadi tugas KPU bersama stakeholder untuk mengevaluasi pelaksanaan debat agar dijadikan bahan antisipasi di debat selanjutnya," jelasnya.
Menurut Dini, antisipasi yang dimaksud berkaitan dengan diperlukannya koordinasi yang matang dan terukur agar agenda debat ketiga berjalan kondusif sesuai harapan.
"Tidak hanya koordinasi formal dengan Bawaslu, kepolisian, Satpol PP dan masing-masing LO paslon. Tapi KPU perlu juga koordinasi informal dengan pimpinan partai politik pengusung dan para tokoh masyarakat yang diketahui menjadi Tim Kampanye, Tim Relawan atau Simpatisan," jelasnya.
Selain itu, Dosen Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Abdurachman Saleh ini juga menekankan pada sejumlah stakeholder yang ditunjuk sebagai panelis maupun moderator harus bertindak profesional.
"Termasuk juga panitia di lokasi debat. Baik panitia yang ada di dalam ruangan maupun yang di luar lapangan harus mampu memastikan kegiatan berlangsung kondusif dan antisipatif agar tidak ricuh,"pungkasnya.(ary)