Haji Lilur Situbondo: Rezim Diktator Adalah Rezim Kotor

Iklan Semua Halaman

Haji Lilur Situbondo: Rezim Diktator Adalah Rezim Kotor

14/09/2024

Situbondo (jurnalbesuki.com)  - Ada yang menarik dalam pandangan HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy, salah seorang tokoh dan pengusaha muda  asal Dusun Sokaan, Desa Tribungan, Kecamatan Mangaran, Kabupaten  Situbondo, tentang rezim diktator yang hampir dipastikan merupakan rezim kotor.


"Mari, kita baca sejarah seluruh Rezim Diktator di Seluruh Dunia, pasti akan kita dapati bahwa setiap Rezim Diktator adalah Rezim Kotor. Rezim Diktator adalah Rezim Tirani, Rezim Tangan Besi, Anti Kritik, Sok Benar Sendiri, Sok Pintar Sendiri, membungkam perbedaan, memberangus keberagaman,"kata Jhi Lilur, Sabtu (14/9/2024).


Menurutnya, rezim diktator biasanya melakukan hal yang hanya menguntungkan dirinya sendiri dan kelompoknya layaknya Koruptor, Penjahat Bertopeng Malaikat, Musang Berbulu Domba, Pencuri berlagak gemar berbagi.


"Saat  ini rezim diktator tidak hanya ada di level negara, rezim diktator juga ada di level organisasi, tak terkecuali organisasi keagamaan di Indonesia,"katanya.


Dilain sisi organisasi yang terbuka, tertata rapi, punya akuntabilitas berkelas, pastilah Rezim Organisasi tersebut  merupakan  rezim organisasi yang mengedepankan musyawarah, tidak mempertontonkan amarah, Rezim organisasi begini pasti meluhurkan proses demokrasi.


"Di Indonesia, rezim organisasi yang masih mengedepankan Diskusi, Syuro alias Musyawarah serta menjunjung tinggi nilai-nilai Demokrasi dalam menjalankan organisasi adalah Muhammadiyah,"bebernya,


Di dalam Muhammadiyah, lanjut Lilur, banyak orang alim namun juga ilmiah dalam pemikiran. Profesor Doktor di Muhammadiyah, yang akan lantang bersuara ketika kedzaliman terjadi.


" Muhammadiyah layak dicontoh dan ditiru dalam mengelola Organisasi, sangat Islami Moderat, sangat mengedepankan Musyawarah bukan mempertontonkan Urat Amarah,"katanya.


Lalu bagaimana organisasi  NU? Di NU sangat banyak Orang Alim,  tapi penakut. Banyak Kyai NU yg lebih Alim dari Profesor di Muhammadiyah, tapi penakut  untuk bersuara, Beliau-beliau lebih asyik dengan dunianya sendiri, ngajar ngaji di Pesantren dan ngajar ngaji Ummat, soal bersuara melawan kedzaliman Rezim Organisasi Para Kyai ini bermental tut wuri handayani  - Melo guri-guri ae (ikut belakangan saja). "Kyai-kyai Alim kok takutan,"katanya.


Namun, sayangnya, di Indonesia tidak sedikit organisasi yang tidak menerima keterbukaan dalam pikiran yang lebih mengedepankan pola pikir tradisional dalam kajian ketimbang keilmiahan.


"Organisasi semacam ini memiliki kecenderungan pola komunikasi Top Down yakni pola komunikasi dari petinggi ke bawahan tanpa ada feed back atau bantahan dari bawahan,"ujar Lilur 


Lebih jauh Lilur mengatakan, jikacrganisasi yang memiliki pola komunikasi tersebut sulit untuk membuka pikirannya dan menerima pendapat bawahannya, sehingga seringkali menimbulkan gejolak di bawah bahkan tidak sedikit yang akhirnya memicu konflik kudeta untuk menjatuhkan petinggi-petingginya.


"Selain itu, petinggi pada organisasi tradisional semacam ini juga memiliki ciri-ciri lebih kaya dan glamor ketimbang bawahannya. Padahal apa yang disampaikan terkadang berisi tentang kesabaran, kesederhanaan dan keikhlasan,"kata Lilur.


Meskipun hingga hari ini, Organisasi tradisional masih memiliki peminat yang banyak karena iming-iming saat diakhirat akan masuk surga. Ironisnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini jualan atau bisnis agama jauh lebih menguntungkan ketimbang berjualan sembako atau berbisnis lainnya.


"Organisasi yang suka berjualan agama semacam ini sekali lagi cenderung sangat diterima di Rezim diktator karena memiliki pola komunikasi yang sama, siapa yang tidak patuh maka siap-siaplah untuk dibuang dan dicampakan,"imbuhnya.


Lilur menegaskan, sebagai Warga Indonesia yang memiliki pemikiran luas dan terbuka, pihaknya  merasa miris jika hal seperti ini terus terjadi, sebab Indonesia dengan banyak potensi yang harusnya Masyarakat bisa manfaatkan malah hanya dinikmati oleh segelintir orang saja yakni penguasa.


Masyarakat kecil dan hamba sahaya hanya menjadi penonton menyumbang modal pajak dan untungnya hanya untuk penguasa saja, masyarakat hanya dapat sembako yang dimakan seminggu habis kemudian kembali merintih karena tidak punya perkerjaaan.


"Oleh karena itu, masyarakat Indonesia jangan hanya diam lawan kediktatoran rezim kotor semacam ini, dengan apa ? Dengan keluar dari organisasi tradisional tersebut kemudian memulai untuk mandiri memenuhi kebutuhan dirinya sendiri tanpa bergantung apa penguasa"bebernya.


Lebih jauh Lilur berharap, jadilah Bos untuk dirimu sendiri, buka jadi kacung petinggi organisasi yang ketika dibantah melontarkan kata tidak Takdzim atau Su'ul Adab.


"Setiap orang berhak merdeka atas dirinya sendiri, setiap orang punya hak untuk menyampaikan pendapatnya dimuka umum, apalagi di Muka Petinggi,"pungkasnya.(ary)