Jakarta (jurnalbesukicom) - Besaran Negara Republik Indonesia berdasarkan catatan Kementrian Keuangan tercatat tembus angka Rp. 7.014,58 triliun. Angka itu setelah dilakukan rasio terhadap produk domestik bruto sebesar 40,17 persen.
Berdasarkan dari laporan APBN KiTa edisi Maret 2022, peningkatan total utang pemerintah ini seiring dengan penerbitan surat berharga negara (SBN) dan penarikan pinjaman pada bulan Februari 2022. Hal itu dilakukan untuk menutup pembiayaan APBN.
"Penarikan pinjaman dan penerbitan SBN ini digunakan untuk menutup pembiayaan APBN," tulis laporan APBN KiTa Edisi Maret 2022, dikutip Senin (4/4/2022).
Dalam laporan itu dirinci, berdasarkan jenisnya, utang Pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 87,88% dari seluruh komposisi utang akhir Februari 2022. Atau dalam jumlah uangnya sebanyak Rp 6.164,20 triliun.
Sementara berdasarkan mata uang, utang Pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (Rupiah), yaitu 70,07%. SBN mata uang domestik Rp 4.901,66 triliun dan mata uang asing Rp 1.262,53 triliun.
Kemenkeu mencatat SBN oleh investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57%. Hingga akhir tahun 2021 yang mencapai 19,05%, dan per 15 Maret 2022 mencapai 18,15%," lanjut laporan itu.
"Penurunan kepemilikan SBN oleh asing terjadi diantaranya akibat ketegangan
global serta volatilitas pasar. Namun dengan strategi memperluas pasar domestik untuk pasar SBN, dampak penurunan kepemilikan SBN oleh asing diprediksi tidak terlalu signifikan," jelas laporan APBN KiTa.
Laporan itu juga merinci komposisi utang pinjaman dari pinjaman. Angkanya tercatat 12,12%. Untuk angkanya senilai Rp 850,38 triliun. Secara rinci, angka itu atas pinjaman dalam negeri Rp 13,27 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 837,11 triliun.
Meski demikian, Kemenkeu mengklaim defisit APBN 2022 terus menurun dibandingkan target defisit 2020 dan 2021. Hal ini disebut menunjukan upaya pemerintah untuk kembali menuju defisit di bawah 3%.
Kemenkeu mengatakan pihaknya akan menjaga rasio utang. Caranya dengan mengedepankan pemanfaatan pembiayaan non utang.
"Seperti optimalisasi pemanfaatan SAL sebagai buffer fiskal, serta implementasi SKB III dengan BI," lanjut laporan itu.
Upaya lain yang akan dilakukan pemerintah adalah melalui pembiayaan kreatif dan inovatif untuk pembiayaan Infrastruktur dengan mengedepankan kerjasama berdasarkan konsep pembagian risiko yang fair.
"Instrumen dari pembiayaan kreatif ini terdiri atas PPP atau KPBU, Blended Financing serta SDG Indonesia One," tutup laporan itu.(detik.com/hans)