Bendahara PBNU Disebut-sebut Terlibat Korupsi Tambang Tanah Bumbu

Iklan Semua Halaman

Bendahara PBNU Disebut-sebut Terlibat Korupsi Tambang Tanah Bumbu

09/04/2022

 

Jakarta (jurnalbesuki.com) - Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Mardani H Maming disebut sebagai sosok yang terlibat dalam korupsi tambang di Kabupaten Tanah Bumbu. Dia disebut oleh eks Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang saat ini sedang menjadi terdakwa dugaan Korupsi peralihan Ijin Usaha Pertambangan (IUP).



Dalam surat yang ditujukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (PK), Kuasa hukum Dwidjono, menyatakan bahwa Mardani adalah figur yang layak untuk dimintai keterangan hukum terkait kasus yang membelitnya. Kuasa Hukum Isnaldi meminta agar kleinnya diberi keadilan untuk tindak lanjut kasus tersebut.


"Atas perintah dari Bupati dan adanya ketentuan yang secara tegas melarang pengalihan IUP, seharusnya Mardani H Maming dimintai pertanggungjawaban secara pidana. Tidak seharusnya terdakwa selaku bawahan Bupati yang bertanggungjawab," tulis Isnaldi dalam surat yang salinannya diperoleh Tempo, Kamis 07 April 2022.


“Setidaknya bersama-sama atau Bupati selaku intelectual dader yang menyuruh melakukan."


Isnaldi menyatakan kasus ini bermula dari peralihan Izin Usaha Pertambangan dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) di Kabupaten Tanah Bumbu pada 2011. Saat itu, Mardani masih menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu.


Dwijono mengaku diperkenalkan kepada Direktur Utama PT PCN Henry Soetio oleh Mardani. Henry saat ini sudah meninggal.


Dalam perkenalan tersebut, menurut Isnaldi, Mardani yang merupakan politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meminta kliennya untuk mengurus dan menyelesaikan proses pengalihan IUP Operasi Produksi tersebut. Proses pengalihan tersebut pun berakhir dengan keluarnya surat keputusan yang ditandatangani oleh Mardani H Maming.


"Terdakwa membantu PCN semata-mata menjalankan perintah atasan yaitu Bupati," tulis Isnaldi dalam surat itu.


"Terdakwa tidak dapat mengambil keputusan apa un tanpa perintah dan persetujuan atasannya, yaitu Bupati. Sepatutnya Bupati yang menandatangani SK pengalihan IUP Operasi Produksi juga diminta pertanggungjawaban secara pidana."


Hingga saat ini, menurut Isnaldi, Mardani H Maming belum tersentuh jerat hukum. Justru Dwidjono yang dijerat oleh Kejaksaan Agung.


Menurut Isnaldi, Dwidjono didakwa melakukan korupsi karena peralihan IUP itu melanggar pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara. Selain itu, Dwijono juga diduga menerima dana sebesar Rp 10 miliar dari PT PCN. Menurut dia, uang tersebut merupakan pinjaman dari almarhum Henry Soetio.


"Uang yang diterima terdakwa dari Henry Soetio merupakan pinjaman dengan perikatan keperdataan yang sah sebesar Rp 10 miliar yang roll over hingga Rp 27 miliar yang sudah dikembalikan/ dibayar/ dilunasi oleh klien kami,” tulis dia.


Karena itu, dia meminta KPK agar melakukan supervisi terhadap penanganan kasus tersebut di Kejaksaan Agung. Isnaldi menyatakan kliennya meminta agar KPK memberikan rasa keadilan dan persamaan perlakuan di mata hukum. 

Mardani H Maming sendiri sempat dua kali dijadwalkan hadir menjadi saksi dalam perkara ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin. Tetapi pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Badan pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia itu dua kali pula mangkir.(tempo.co/hans)