Kisah Abdullah Al Qasimi, Ulama Besar Saudi Yang Diakhir Hidupnya Menjadi Atheis

Iklan Semua Halaman

Kisah Abdullah Al Qasimi, Ulama Besar Saudi Yang Diakhir Hidupnya Menjadi Atheis

19/04/2022


 jurnalbesuki.com - Hidup manusia memang dipenuhi misteri. Kadang ada orang yang sepanjang hayat nampak sangat baik-baik saja, tetapi akhir hidupnya tragis. Demikian juga sebaliknya, Ada orang yang dalam hidupnya ternilai sebagai pelaku maksiat dan ingkar kepada Tuhan, namun akhir hidupnya husnul khotimah.


Dalam sejarah perjalanan kehidupan ini, kita pernah mendengar ada tokoh dan ulama besar asal Saudi Arabia bernama Abdullah  Bin Ali An Najdi Al Qasimi. Dia lahir di Bandar Buraydah, Wilayah Qasim Arab Saudi pada tahun 1907. 


Pada masa mudanya, Abdullah al Qasim dikenal sebagai pemuda yang cerdas.Ia disebut orang pertama di era modern yang menulis kritikan ilmiah terhadap Universitas Al Azhar, Kairo Mesir. Kecerdasannya ini terus nampak dengan banyaknya buku yang dibaca dan ditulis. 


Abdullah Al Qasimi dikenal sebagai kritikus yang mampu mematahkan argumen para Atheis yang mencoba menyerang Islam dan meragukan keberadaan Allah SWT. Dirinya kemudian masuk pada jajaran ulama Kibar (besar) yang cukup dikenal. Kebanyakan bukunya berfokus pada pembelaan terhadap Islam dengan banyak menguasai bidang keilmuan lain.


Puncak dari perjalanannya saat ia menulis sebuah buku yang sangat indah dan dipuji oleh gurunya sendiri dan umat Islam di eranya. Buku itu berjudul "As-Shira' Baini al-Islam wa al-Watsaniyyah" yang artinya Peperangan antara Islam dan Pemuja Berhala. 


Sebuah buku yang berisi pembelaan Islam dan membantah argumen ilmiah selain Islam. Pada kata pengantar buku ini, terdapat kutipan-kutipan ucapan ulama lain yang ditujukan kepada penulis dan pembaca.


Salah satu guru Al Qasimi, Syekh Shali Munajid (salah satu Imam Masjidil Haram) menulis pujian tertinggi di kata pengantar buku tersebut.  Ia mengatakan Al Qasimi telah membayar mahar surga untuknya dengan tulisan ini. Maknanya Al Qasimi sudah layak masuk surga karena buku itu begitu indah dan bermanfaat di kalangan muslimin.


Mulai Sombong


Namun pujian-pujian yang ia terima kemudian menghadirkan rasa sombong yang perlahan mulai nampak pada dirinya. Al Qasimi sering memasukkan puisi dan syair puisi berisi pujian untuk dirinya sendiri di sampul buku-buku karyanya. Ia juga merasa cukup dengan keilmuan yang sudah dimiliki dan mulai merambah membaca buku-buku filsafat. Selain itu, ia menikahi seorang wanita asal Beirut yang menurut sebagian literatur mempengaruhi pemikiran Abdullah Al Qasimi kedepannya.


Sajak narsisme dan kesombongan itu hadir pada dirinya, pemikiran Al Qasimi mulai berubah. Ia diketahui mulai meninggalkan sholat, meragukan kenabian Rasulullah SAW dan menganggap Islam adalah sebuah agama yang mengekang. Bahkan ia membuat tulisan yang isinya 180 derajat dari buku yang selama ini ia tulis yakni Yakzibuna Likai Yarallah Jamilaan yang artinya Kebohongan Kita Melihat Allah SWT yang penuh Keindahan sebagai bantahannya terhadap keberadaan Allah. Selain itu ada buku lain "Hadzihi al-Aghlal" (inilah yang membuat kita terbelenggu) sebagai bentuk serangannya terhadap Islam yang ia anggap mengekang manusia.


Al Qasimi yang dulu membela Islam dan membantah para Atheis, kini berbalik arah menyerang agama yang dulu ia pegang dan bela. Tentu saja buku-buku dan tulisan Al Qasimi pasca keluar dari Islam dibantah dan diserang habis-habisan oleh para ulama lain yang masih berpegang teguh di agama Islam.


Beberapa ulama lain juga sudah mencoba mengajak Al Qasimi untuk berdialog, namun ia masih begitu keras atas apa yang ia yakini. Ia telah melemparkan Islam yang selama ini ia bela dan teguh pada pendiriannya sebagai Atheis. Keyakinan ini juga yang ia bawa hingga ia meninggal karena kanker di rumah sakit 'Ain Syams Kairo Mesir pada tanggal 1 September 1996.


Hidayah itu mahal dan keistiqomahan lebih mahal lagi harganya. Jika seorang ulama Abdullah Al Qasimi saja tergelincir di akhir kehidupannya, apa yang membuat kita terus merasa aman dan yakin bahwa kita adalah golongan orang yang selamat?


Kehidupan itu terus berjalan tanpa kita tahu kapan garis finishnya. Orang yang mungkin kamu kenal buruk, bukan tidak mungkin di akhir kehidupannya nanti jadi orang yang baik, yang diridhoi Allah masuk surga. Sedangkan kita yang selama ini terlalu angkuh dan merasa lebih baik, ternyata Allah SWT takdirkan akhir hidup kita menjadi lebih buruk. Na'udzubillah. Semoga Allah menjaga hati dan keimanan kita untuk senantiasa berada di atas jalan kebenaran. (biliksantri.com/hans)