Jember (jurnalbesuki.com) - Lebih dari 30 dosen Universitas Jember (Unej) menjalani pemeriksaan di kantor Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) pada Rabu, 10 Agustus 2022.
Hal ini berkaitan erat dengan indikasi penyimpangan anggaran proyek riset dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jember yang belakangan menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dosen-dosen tersebut adalah peneliti yang menggarap 23 paket proyek riset dari Bappeda Jember dengan anggaran Rp9,2 miliar pada tahun 2021 lalu.
Sedangkan, laporan hasil pemeriksaan oleh BPK melalui audit dengan metode uji petik terhadap 14 dari 35 paket riset tegas dinyatakan, telah ditemukan kelebihan bayar senilai Rp358 juta.
Ketua LP2M Profesor Yuli Witono berkata, hasil audit BPK yang demikian sontak menjadi perhatian Rektor Unej Dr. Iwan Taruna. Sehingga, Rektor memerintahkan kepadanya untuk menggelar pemeriksaan yang sangat intensif.
“Menjadi atensi serius, ya. Kami koordinasi dengan pimpinan Universitas Jember dengan Pak Rektor. Intinya, evaluasi mendalam. Kami mengumpulkan semua peneliti yang melaksanakan pekerjaan tahun 2021, khususnya dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Jember,” jelasnya.
Menurut Yuli, pemeriksaan digelar bertahap. Setelah melalui LP2M, kemudian pemeriksaan berikutnya dilakukan secara khusus oleh Satuan Pengawas Internal (SPI) Unej. Adapun target pemeriksaan adalah semua riset, baik yang kena uji petik BPK maupun lainnya.
“Seluruh dokumen riset harus dijamin kualitas dan akuntabilitasnya. Seperti yang disorot, misalnya dokumen tidak lengkap itu kami minta semua harus disiapkan. Kalau masih ada di pihak penyedia, kami minta harus diburu itu,” seru dia.
Sementara ini, Yuli sudah mengantongi keterangan rata-rata para dosen memperoleh proyek riset Bappeda, karena dilatari unsur kedekatan dengan pejabat. Meski kedekatan bukan pelanggaran, tapi perlu ditelusuri untuk mengetahui tingkat integritas peneliti, hingga orisinalitas dan kualitas risetnya.
Masih kata Yuli, langkah yang ditempuh menjadi upaya untuk benar-benar menjaga nama baik Unej sebagai lembaga perguruan tinggi. Sehingga, jangan sampai ada dosen mengerjakan riset secara menyimpang.
“Dalam rangka apa? Capaian Unej kan harus meningkat. Kita melakukan evaluasi mendasar agar semua pekerjaan-pekerjaan itu terang benderang. Disitu ada pesan ya, kalau memang ada penyimpangan harus di deteksi secara dini, jangan sampai nanti menjadi temuan yang potensinya ke ranah hukum,” urainya.
Lebih jauh, Unej disebut Yuli, bertindak tegas terhadap setiap pelanggaran. Apabila menemukan dosen yang terbukti melakukan pelanggaran riset bakal dikenai sanksi dilarang melakukan penelitian. Bentuk hukuman tergantung tingkat pelanggaran.
“Tidak bisa mendapatkan riset. Macam-macam sanksi: ada 1 tahun, ada yang 2 tahun. Sanksi itu sudah kuat. Kalau tidak bisa meneliti, jangankan 2 tahun, tapi 1 tahun saja dia tidak perform sebagai dosen. Universitas Jember ini semakin besar, tentu dan pasti ujiannya juga semakin besar,” pungkas Yuli.
Bappeda Jember menggelontor anggaran sebanyak Rp15,2 miliar untuk mendanai 35 paket jasa konsultansi yang disebar kepada 5 lembaga dari 4 perguruan tinggi. Skema pembelanjaan memakai Swakelola Tipe II.
Berdasar urutan nominal dana yang tersebar, yakni untuk LP2M Universitas Jember Rp9,3 miliar; DKPU ITS – Surabaya Rp3,1 miliar; Fakultas Teknik Universitas Brawijaya-Malang Rp1,2 miliar; LPPM Universitas Brawijaya – Malang Rp847 juta; dan Politeknik Negeri Jember Rp591 juta.
Terungkap asal muasal pengusulan jasa konsultansi sebagai berikut: Via telepon (6 paket); internal Bappeda (6paket); berkala (8 paket); Tim Ahli Bupati Jember (8 paket); dan top down (7 paket). Seluruhnya, tanpa di dahului surat usulan maupun proposal.
Akibat dari itu, penyusunan RAB paket jasa konsultansi dengan kampus-kampus dilakukan secara spontan. Sehingga, terjadi kesalahan perhitungan aritmatik volume/ koefisien/ satuan dan harga satuan komponen biaya langsung personil dalam RAB.
Kepala Bappeda Jember Hadi Mulyono menyatakan, tindak lanjut olehnya berupa pengembalian kelebihan bayar dana belanja proyek riset sebesar Rp358 juta. Juga perbaikan administrasi yang tergolong masuk rekomendasi BPK.
“Pengembalian ke Kas Umum Daerah setelah LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) BPK turun. Dan, untuk rekomendasi yang lain sudah disampaikan untuk dijadikan pedoman ke depan,” katanya.(nusadaily/hans)