Anda Bingung Tentang Jumlah Rokaat Sholat Tarawih?. Inilah penjelasannya

Iklan Semua Halaman

Anda Bingung Tentang Jumlah Rokaat Sholat Tarawih?. Inilah penjelasannya

31/03/2022

Jakarta (jurnalbesuki.com) – Shalat tarawih yang biasa dilakukan setiap Bakda sholat Isyak dibulan Ramadhan beragam jumlah rokaatnya. Bagaimanakah sebenarnya sejarah adanya sholat tarawih itu? Mari disimak tulisan berikut :


Diketahui shalat tarawih dilakukan pertama oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW pada 23 Ramdhan tahun 2 Hijriah. Ketika itu, Rasulullah melakukannya kadang dirumah dan kadang dilakukannya dimasjid bersama para sahabat. Nampaknya hal itu dilakukan Nabi untuk menjelaskan kepada para sahabat dan ummat bahwa sholat Tarawih bukan sesuatu yang wajib dilakukan.


Diceritakan dalam berbagai sumber, bahwa jumlah rokaat pada saat Nabi melakukan Tarawih sebanyak 11 rokaat lalu beliau berhenti. Dalam hadits marfu’ yang berisi dialog antara Abu Salamah dengan Siti Aisyah  tentang bilangan sholat tarawih juga dijelaskan bahwa bilangan sholat tarawih adalah sebelas rokaat.


Dikutip dari nu.or.id, praktik sebelas rakaat di zaman Nabi saw ini berlanjut terus hingga zaman ‘Umar. Sahabat yang bergelar Al Faruq ini menertibkan pelaksanaan jamaah tarawih di Masjid Nabawi pada tahun 14 H/635 M supaya dilakukan sebelas rakaat. Tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa ‘Umar pernah mengubah kebijakannya.


Bahkan tidak ada riwayat yang sahih bahwa dua khalifah sesudahnya yaitu ‘Usman dan ‘Ali pernah mengubah kebijakan itu. Karenanya, dapat diduga kuat bahwa selama masa Khulafa Rasyidin sholat tarawih di Masjid Nabawi adalah sebelas rakaat.


Salah satu ulama yang menyebut Umar sebagai pelopor sholat tarawih dua puluh rakaat adalah Ibn al-Mulaqqin. Tetapi ulama dari Mazhab Syafii ini tidak menunjukkan bukti riwayat bahwa ‘Umar pernah mengubahnya dari sebelas menjadi dua puluh. Ia hanya menyimpulkan dengan memadukan asar Yazid Ibn KhuSaifah dengan asar Muhammad Ibn Yusuf.  Jika memang asar Yazid Ibn Khusaifah (Nas 44-45) itu valid, hal tersebut hanya menunjukkan bahwa beberapa Sahabat di zaman ‘Umar melakukan tarawih dua puluh rakaat. Hanya itu. Tidak menunjukkan adanya perintah ‘Umar untuk mengubah salat tarawih secara resmi di Masjid Nabi saw menjadi salat dua puluh rakaat.

Ini artinya, sholat tarawih sebelas rakaat berlangsung terus hingga diubah oleh Mu‘awiyah pada akhir masa pemerintahannya (w. 60 H/680 M) atau beberapa tahun sebelum Perang al-Harrah (63 H/683 M). Sejak itu oleh khalifah pertama Dinasti Umayyah ini, salat tarawih di Masjid Nabawi adalah tiga puluh sembilan rakaat termasuk witir dan ini berlangsung hingga abad ke-4 H. Pada abad ke-4 H ini, di bawah panglima Jauhar al-Siqily, Dinasti Fatimiyah berhasil menaklukkan Dinasti Iksidiyah (dinasti yang berada di bawah kekuasaan Abbasiyah) sehingga secara otomatis Mekkah, Madinah, dan Jerussalem jatuh ke wilayah kekuasaan mereka.


Dikuasainya tiga kota suci tersebut, kerajaan yang beraliran Syiah ini mengubah salat tarawih di Masjid Nabawi dari tiga puluh sembilan rakaat termasuk witir menjadi dua puluh rakaat. Saat wilayah Fatimiyah yang luas sedikit demi sedikit menyusut hingga lebih kecil dari wilayah Mesir sekarang, Madinah kembali dikuasai kalangan Sunni terutama Mazhab Maliki. Pada abad ke-8 H, Hakim Tinggi Madinah Imam al-‘Iraqi (w. 806/1403) kembali mempraktekkan sholat tarawih di Masjid Nabawi dengan tiga puluh sembilan rakaat termasuk witir. Dalam pelaksanaannya dua tahap: dua puluh rakaat pada awal malam (selepas isya) dan enam belas rakaat pada akhir malam (menjelang subuh). Keadaan ini berlangsung hingga berabad-abad lamanya. Saat Perang Dunia I (1914-1918), penguasa Saudi memutuskan berkoalisi dengan Inggris.


Setelah Dinasti Ottoman runtuh dalam Perang Dunia II, Abdulaziz dari kerajaan Arab Saudi menguasai seluruh Najd dan Hijaz, termasuk Makkah dan Madinah tahun 1344 H/1926 M. Sejak dikuasainya wilayah Masjid Nabawi oleh pemerintahan Saudi hingga sekarang, salat tarawih dilaksanakan dalam formasi dua puluh rakaat. Begitulah sejarah singkat perjalanan sholat tarawih di Masjid Nabawi dari masa ke masa. Apabila kita harus memilih praktik periode mana yang harus dicontoh tentu praktik pada masa Nabi saw yang harus kita ambil, karena yang menjadi hujah itu adalah praktik Rasulullah saw sesuai sabda beliau: “shallau kama raaytuuni ushalli”, artinya sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku (Nabi Saw) salat!. (sumber : kabar24bisnis.com/hans)