Bocah 10 Tahun di Situbondo Biasa Makan Tisu, Kardus dan Kertas Hingga Alami Busung Lapar

Iklan Semua Halaman

Bocah 10 Tahun di Situbondo Biasa Makan Tisu, Kardus dan Kertas Hingga Alami Busung Lapar

13/08/2025

Situbondo (jurnalbesuki.com) - Nasib buruk menimpa seorang bocah bernama Refan, warga Dusun Kajer desa Sletreng Kabupaten Situbondo Jawa Timur. Bocah yang saat ini masih berumur 10 tahun itu tergeletak tak berdaya karena kondisi badannya yang terus melemah terutama bagian perut yang membuncit.

Foto: Kondisi Refan sedang dirawat.(dok.memorandum)

Selain perut buncit, kondisi kulit Refan nampak mengering dan cenderung berbau amis. Diduga kuat, Anak yang saat ini tinggal dan dirawat oleh neneknya itu mengalami penyakit busung lapar.


Dikabarkan, Refans sudah mengalami penyakit ini sudah 3 tahun. Selama itu dia sudah menjalani pengobatan dengan biaya ditanggung oleh sang nenek.


Saat ini, pegiat dan pemerhati sosial masyarakat, Suherman melakukan pendampingan terhadap Refan. Informasi dari Suherman ini diketahui dugaan bahwa kondisi Refan mengarah pada kasus kekurangan gizi hingga perutnya buncit dan beberapa bagian tubuhnya bengkak.


Suherman menceritakan bahwa keterangan dari Neneknya, Refan yang terpaksa putus sekolah itu memiliki kebiasan tidak sehat karena suka memakan tisu dan kertas.


"Dari neneknya diceritakan, Refan memiliki kebiasa tak lazim. Dia punya prilaku suka memakan tisu, kertas kardus bahkan kertas al-qur'an yang dibawanya saat mengajaji," ujar Suherman menceritakan.


Menurut Suherman, kebiasaan itu pantas diduga karena anak itu merasa sangat lapar sehingga dengan terpaksa memakan kertas dan sejenisnya. 


Nenek Refan bernama Darwani (77) yang merawat dengan penuh kasih sayang terus mengupayakan kesembuhan sang cucu.


Darwani terus berjuang mengupayakan kesembuhan Refan dengan membawanya berobat ke rumah sakit tanpa bantuan pemerintah atau fasilitas BPJS. 


Bagi Darwani, biaya pengobatan sang cucu memang menjadi beban besar. Pasalnya, Darwani hanya pekerja serabutan yang dalam satu hari hanya bisa dapat upah maksimal senilai Rp. 40.000 saja.


"Sejak awal penyakit itu muncul, semuanya dibayar tunai. Tidak ada bantuan sama sekali," ungkap Darwani sambil mengusap air matanya yang mengalir deras di pipinya, Selasa 12 Agustus 2025.(memorandum/hans)