Gus Yahya Tegas Menolak NU Jadi Alat Politik Jelang Pemilu 2024

Iklan Semua Halaman

Gus Yahya Tegas Menolak NU Jadi Alat Politik Jelang Pemilu 2024

27/09/2022


 jurnalbesuki.com - Ketua Umum (ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf menegaskan penolakannya jika Ormas NU dijadikan alat poltik pada pemilihan umum (pemilu) 2024 mendatang. 


"Kami menolak secara tegas untuk dijadikan alat politik pada pemilu yang akan datang," ungkap Yahya Cholil Staquf sebagaimana dikutip dalam laman resmi Nu Online, Selasa (27/09/2022).


Pria yang akrab disapa Gus Yahya itu juga mengharapkan agar pesta politik yang akan berlangsung nanti benar-benar lepas dari poltiik identitas karena akan tidak baik bagi demokrasi.  "Politik identitas yang kita pernah alami tidak boleh terulang lagi apalagi sampai merusak nama baik Indonesia," kata dia


Masyarakat perlu menghindari politik identitas. Sebab Politik identitas kerap dijadikan senjata bagi kelompok dan organisasi tertentu dalam menjatuhkan lawan bahka mengancam keutuhan bangsa. 


"Ancaman terkait politik identitas ini berkaitan erat dengan konteks di ranah global, seperti radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Bahkan konflik di belahan dunia lain," ujar Mantan Juru Bicara Presiden era KH Abdurrahman Wahid itu menjelaskan.


Oleh karena itu, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibien Rembang ini mengajak agar semua pihak dapat mengantisipasi politik identitas sejak dini. Sebab menurutnya sudah saatnya masyarakat memahami secara luas kebutuhan krusial bangsa dan negaranya dalam konteks jangka panjang.


 “Untuk menentukan pilihan ini penting bagi masyarakat memahami secara lebih lengkap dan mendalam tentang kebutuhan bangsa dan negara bukan hanya pada konteks jangka pendek saja, tapi harus sungguh-sungguh menyiapkan kebutuhan yang lebih jauh,” kata Gus Yahya. 


Guna mengantisipasi terjadinya politik identitas, lanjut Gus Yahya, PBNU memiliki peran penting dalam sosialisasi terkait pendidikan politik kepada masyarakat, membangun komunikasi dan koordinasi secara intensif dengan kelompok lintas agama, stakeholders atau pemangku kebijakan. 


“Ini semua terkait dengan politik identitas dan cara untuk memulai pencarian solusi dari berbagai macam konflik, maka kita harus memulai untuk mengasingkan politik identitas tersebut dalam dinamika sosial,” tuturnya.(sindonews/hans)