Ironis, Indonesia Sukses Swasembada Beras, Namun Nasib Petani Sangat Memprihatinkan

Iklan Semua Halaman

Ironis, Indonesia Sukses Swasembada Beras, Namun Nasib Petani Sangat Memprihatinkan

15/08/2022


 Jakarta (jurnalbesuki.com) - Indonesia Dianggap sudah mampu melakukan swasembada beras karena dalam tiga tahun terakhir karena sudah tidak tak impor beras. Produksi beras cukup memenuhi kebutuhan di dalam negeri.


Tetapi, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan kondisi petani Indonesia masih sangat memprihatinkan. Di samping prestasi swasembada yang berhasil direngkuh Indonesia, nyatanya sangat banyak petani Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan.


Demikian diungkap oleh Zulhas saat memaparkan Gagasan dan Visi Misi Koalisi Indonesia Bersatu. Di acara itu dia menyampaikannya gagasan sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN).


Meenurutnya, dalam tiga tahun terakhir Indonesia sudah tak impor beras. Produksi beras dalam negeri mencapai 31 juta ton dan konsumsi 28 ton per tahun. Bahkan, Indonesia diganjar penghargaan bergengsi dari International Rice Research Institute (IRRI).


"Menggembirakan di satu sisi, selamat kepada pak presiden dapat penghargaan internasional karena kembangkan varietas padi unggul, tiga tahun berturut-turut kita swasembada beras," kata Zulhas dalam acara Penyampaian Visi Misi yang disiarkan secara virtual di channel YouTube PAN Jatim, dikutip Senin (15/8/2022


"Tetapi, nasib petani pangan kita ini masih sangat memprihatinkan," sebutnya.


Kondisi miris petani diungkapkan oleh Zulhas, misalnya saja luas lahan persawahan bagi petani yang makin menyusut untuk berbagai penggunaan di luar pertanian.


Menurutnya, kepemilikan lahan pertanian berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) per rumah tangga tani hanya 0,66 hektare. "Sekarang ini malah katanya 0,4 (hektare) per keluarga petani," sebutnya.


Dia melanjutkan, mengacu pada angka produktivitas gabah kering panen atau GKP 5,2 ton per hektare dan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah Rp 4.400 per kilogram, dan biaya produksi Rp 12,5 juta per hektare, maka keuntungan tani tiap hektare hanya Rp 10,38 juta per tahun.


PAN menawarkan beberapa solusi untuk memperbaiki nasib petani. Mulai dari menaikkan harga HPP untuk gabah kering hingga mempercepat diversifikasi usaha tani.

"PAN menawarkan solusi untuk memperbaiki nasib petani dengan cara antara lain menaikkan HPP untuk gabah kering petani dari Rp 4.400 per kilogram menjadi Rp 8.800 per kilogram," jelas Zulhas.


Kemudian, pihaknya juga ingin melakukan percepatan diversifikasi usaha tani dengan memanfaatkan lahan kebun yang mangkrak atau kurang produktif dengan komoditas yang memiliki pembeli pasti alias offtaker dan punya potensi ekspor.


Misalnya saja dengan menanam komoditas tanaman herbal sebagai bahan baku obat. Hal ini menurutnya sudah mulai disiapkan oleh BUMN Farmasi.


Selain itu, petani juga ingin diajak menanam buah-buahan tropis untuk ekspor. Salah satu yang dia sarankan adalah durian. Ada pasar besar di Thailand yang menanti durian Indonesia katanya.


"Saya dapat informasi di Thailand impor durian saja per tahun US$ 3 miliar artinya Rp 4,5 triliun hanya untuk komoditas durian. Kita bisa lebih jauh dari," pungkas Zulhas.(detik/hans)