jurnalbeuki.com - Rasa lapar dan haus tentu saja menjadi keniscayaan bagi orang berpuasa sehari penuh. Apalagi jika puasa Ramadhan dilakukan oleh mereka yang tinggal didaerah panas dan tandus seperti daerah diman Rosulullah Muhammad SAW berasal.
Tetapi kekuataan iman para pengikut Nabi sangatlah istimewa dan luar biasa. Ajaran yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad menjadi pedoman yang selalu diperjuangkan agar bisa diamalkan dengan baik.
Ada satu kejadian yang mengharukan terjadi dijaman Rosulullah SAW. Seorang sahabat bernama Tsabit Al-Anshori mengalami uian dari Allah ketika berpuasa Ramadhan dan waktunya sudah menjelang maghrib dimana orang berpuasa akan mengakhiri masa puasanya.
Sesaat sebelum waktu Magrib tiba, rumah salah satu sahabat Rasulullah Muhammad saw., Tsabit Al-Anshari kedatangan tamu.
Seorang musafir mampir tanpa sedikit pun bekal yang bisa dimakan guna berbuka puas. Tsabit bingung. Di satu sisi, ia ingat pesan-pesan Nabi tentang kesunahan memuliakan tamu, tapi persoalan berikutnya, kondisi ekonomi yang terbatas benar-benar tengah melanda rumah tangganya.
Selepas mempersilakan masuk orang yang bertandang ke rumahnya itu, Tsabit berbisik kepada sang istri, "Apakah ada makanan untuk petang ini?"
Sang istri turut gundah. Ia pun menjawab, "Demi Allah, wahai suamiku. Tidak ada lagi makanan yang kusimpan, terkecuali sedikit."
Tsabit terdiam sejenak, memutar otak. Akhirnya ia sampaikan sebuah siasat kepada sang istri agar mematikan lampu saat waktu berbuka tiba.
"Aku membawa seorang tamu. Jika kami mulai makan, padamkanlah lampu dan berpura-puralah memperbaikinya. Selama perut tamu kita belum kenyang, jangan makan sedikit pun dari makanan itu," bisik Tsabit, dibalas anggukan istrinya.
Waktu yang dinanti tiba.
Sang tamu dipersilakan menyantap hidangan yang serba pas-pasan itu. Namun, Tsabit dan istrinya cuma berkecap-kecap seolah turut bersantap, padahal ujung tangan keduanya sama sekali tak menyentuh hidangan.
Keesokan harinya, sang tamu pamit untuk melanjutkan perjalanan. Tsabit pun kembali menghadiri majelis untuk mendapatkan berkah dan pencerahan dari Nabi. Ketika keduanya berjumpa, tiba-tiba Rasulullah tersenyum dan bersabda:
"Wahai Tsabit, Allah swt. menghargai pelayananmu terhadap tamumu semalam."
Tsabit tersentak. Rasa gembira, malu, sekaligus haru, bercampur di dadanya.
Sumber: Ad Dur al Mantsur fi at Tafsir al Ma'tsur (Jilid 1), karangan Imam Jalaluddin Abdurrahman asy Syuyuti.